Seteguk Syukur, Sejengkal Ridha

 


Di antara jalan-jalan mulia menuju keridhaan Allah, ada yang tampak sederhana namun sarat makna: bersyukur setelah makan atau minum. Bukan sekadar lafaz yang lewat di bibir, melainkan sebuah getar batin yang menyadarkan kita bahwa setiap nikmat, meski sekecil sebutir garam atau seteguk air adalah titipan Ilahi.

Rasulullah saw mengajarkan hal sederhana namun revolusioner tentang keagungan tindakan kecil ini:
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا (HR. Muslim).
Artinya: Allah sangat ridha kepada hamba yang memakan makanan lalu memuji-Nya, atau minum lalu memuji-Nya.

Kebesaran risalah ini terletak pada kemampuannya merendahkan jarak antara manusia dan Rabb: ridha-Nya bukan monopoli ritual megah atau deret amal spektakuler, ia dapat dijemput oleh siapa saja, di meja makan yang paling sederhana. Syukur seperti kunci kecil: mudah dipakai, tapi membuka pintu berkah yang luas.

Secara filosofis, bersyukur setelah makan adalah praktik kesadaran. Ia memaksa kita mengurai rantai sebab: dari benih yang ditanam, hujan yang turun, tangan petani yang berkeringat, hingga ibu yang menyiapkan hidangan. Ketika sadar akan jaringan ini, makan menjadi ibadah, bukan kebiasaan tanpa makna. Hati yang bersyukur mengubah konsumsi menjadi pengakuan, nafsu menjadi dhikr, dan kebutuhan biologis menjadi sarana transendensi.

Ada pula dimensi sosial, syukur menumbuhkan empati. Mereka yang menghayati nikmat kecil akan lebih mudah tergerak menolong yang kekurangan, karena syukur mengingatkan asal-usul pemberian bahwa banyak tangan dan rahmat yang terlibat. Syukur mengikis sifat serakah dan menumbuhkan kepedulian.

Praktik sederhana yang bisa kita jadikan kebiasaan: hembuskan nafas sejenak sebelum menyuap, sebutkan “Alhamdulillah” dengan penuh makna, dan renungkan asal-usul makanan itu. Jadikan itu doa pendek yang mengikat kita pada Rabbi dan pada sesama.

Akhirnya, jangan remehkan suapan kecil. Di sanalah, seringkali, ridha Allah menetes. Dengan satu lafaz syukur yang tulus, jiwa diberi ruang untuk lapang, kehidupan diberi rasa, dan hubungan manusia dengan Pencipta diperkuat, langkah-langkah kecil yang menuntun pada kebahagiaan hakiki.

Comments