Tak terasa, satu tahun lagi berlalu — bukan sekadar angka yang berganti pada kalender, melainkan pengingat nyata bahwa kita semakin mendekat kepada titik akhir yang pasti: kematian. Hukum dan fatwa bisa diperdebatkan, selera politik bisa bersilang, namun datangnya maut tak pernah jadi perdebatan; ia mengetuk pintu pada waktu yang Allah tentukan.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلتَنظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)...” (Al-Hasyr: 18).
Ayat ini bukan sekadar seruan takwa; ia adalah instruksi audit spiritual. Setahun berjalan ibarat lembaran catatan: amal adalah tintanya. Berapa banyak yang lahir dari keikhlasan, dan berapa yang lahir dari pamrih? Berapa kata yang menyejukkan, dan berapa ujar yang melukai? Inilah saat membolak-balik naskah hidup dan menilai: apakah aku sedang menulis untuk dunia yang fana atau untuk akhirat yang kekal?
Bagi kader PMII — yang dipanggil untuk menjadi penyeru ilmu, penggerak sosial, dan penjaga akhlak umat — momen ini menuntut kepekaan ganda: memperbaiki diri sekaligus memperkuat gerak kolektif. PMII tidak hanya membentuk aktivis yang pandai berorganisasi, tetapi juga insan yang bertakwa, beradab, dan berilmu. Menulis bekal berarti mendewasakan niat: setiap aksi kampus, kerja sosial, dan kajian keagamaan harus dipertanyakan — apakah menambah pahala dan manfaat, atau hanya memuaskan ego?
Praktisnya, jadikan awal tahun sebagai titik tolak: tingkatkan kualitas ibadah, perkuat kaderisasi yang berlandaskan akhlak, utamakan pelayanan masyarakat sebagai bentuk pengabdian, dan jadikan kajian fikih serta etika sebagai kompas bertindak. Petik pelajaran dari kisah para nabi: ujian sering datang sebagai karpet untuk mengantar kita ke maqam yang lebih tinggi.
Mari kita ubah ritme perayaan menjadi ritme evaluasi. Jangan biarkan tahun baru menjadi pengulangan kelalaian. Siapkan bekal—dengan amal, ilmu, dan istighfar—supaya ketika perjalanan berakhir, kita pulang dengan hati tenang dan catatan yang bersih.
Semoga Allah memberi kita umur yang berkah, amal yang ikhlas, dan akhir yang husnul khatimah. Aamiin.
Comments
Post a Comment